• Until Tomorrow. Oh yeahhh..
    43 4
    Until Tomorrow. Oh yeahhh..
  • Di bulan Desember yang basah, kumparan punya mainan baru. Namanya Taman Komunitas kumparan. Jauh sebelum punya nama, taman itu sebetulnya selalu ada bagi mereka yang merasakan. Tapi ia sulit terjamah karena tak memiliki nama.

Bicara soal nama, Jacques Derrida  pernah bikin esai menarik berjudul 'On The Name'. Filsuf Prancis itu bilang, manusia menamai sesuatu karena ingin menguasainya. Manusia adalah mereka yang bisa tidur tenang kala mereka memiliki pengetahuan terhadap apa yang mereka tak tahu.

Dalam tradisi akademik, ilmuwan berlomba-lomba menamai sesuatu. Oryza Sativa adalah bahasa ilmiah terhadap sesuatu yang kita sebut padi. Siapa pun itu, tak peduli tingkat pendidikannya, akan selalu berupaya menamai sesuatu.

Tak percaya? Coba riset, apakah ada hal di dunia ini yang tak memiliki nama? Kalau ada, tulis dalam komentar, yaa.. .
    63 6
    Di bulan Desember yang basah, kumparan punya mainan baru. Namanya Taman Komunitas kumparan. Jauh sebelum punya nama, taman itu sebetulnya selalu ada bagi mereka yang merasakan. Tapi ia sulit terjamah karena tak memiliki nama. Bicara soal nama, Jacques Derrida pernah bikin esai menarik berjudul 'On The Name'. Filsuf Prancis itu bilang, manusia menamai sesuatu karena ingin menguasainya. Manusia adalah mereka yang bisa tidur tenang kala mereka memiliki pengetahuan terhadap apa yang mereka tak tahu. Dalam tradisi akademik, ilmuwan berlomba-lomba menamai sesuatu. Oryza Sativa adalah bahasa ilmiah terhadap sesuatu yang kita sebut padi. Siapa pun itu, tak peduli tingkat pendidikannya, akan selalu berupaya menamai sesuatu. Tak percaya? Coba riset, apakah ada hal di dunia ini yang tak memiliki nama? Kalau ada, tulis dalam komentar, yaa.. .
  • Dunia bisa ditafsirkan seperti papan catur. Tak bisa seenaknya melangkah, selalu dibatasi aturan.

Hukum kodrat memaksa kuda agar tak berlari ke depan. Langkahnya disituasikan dalam letter L. Nasib itu ditanggungnya sejak abad ke-7 SM.

Dalam filsafat, papan catur adalah perumpaan untuk menggambarkan strukturalisme. Sebuah cara pandang yang percaya dunia dikendalikan struktur.

Kebebasan jelas tak memiliki tempat dalam cara pandang tersebut. Kalau pun ada, maka itu tak lebih dari sekadar efek samping. Tak ubahnya sang maestro  yang merasa bebas untuk melangkahkan kudanya. Meski ia sesungguhnya tengah terperangkap dalam struktur permainan.

Perpolitan tanah air kita juga demikian. Di tengah pesta, banyak yang berpikir ada kebebasan. Orang lantas mati-matian membela kandidat pilihannya. Bertengkar merasa pilihannya yang terbaik untuk mengurus negara.

Di ujung pesta, kita lalu tersadar bahwa nyatanya semua itu permainan. Elite tengah kasak kusuk dengan lawannya. Silaturahmi tak lebih dari tirai yang membungkus obrolan jatah kuasa.

Maka, rekonsiliasi sekalipun adalah transaksi. Sejauh kepentingan adalah nadi dari politik, sulit untuk berharap lebih.  Layaknya permainan catur yang tak lagi bisa diubah. Strukturnya sudah demikian.
    67 5
    Dunia bisa ditafsirkan seperti papan catur. Tak bisa seenaknya melangkah, selalu dibatasi aturan. Hukum kodrat memaksa kuda agar tak berlari ke depan. Langkahnya disituasikan dalam letter L. Nasib itu ditanggungnya sejak abad ke-7 SM. Dalam filsafat, papan catur adalah perumpaan untuk menggambarkan strukturalisme. Sebuah cara pandang yang percaya dunia dikendalikan struktur. Kebebasan jelas tak memiliki tempat dalam cara pandang tersebut. Kalau pun ada, maka itu tak lebih dari sekadar efek samping. Tak ubahnya sang maestro yang merasa bebas untuk melangkahkan kudanya. Meski ia sesungguhnya tengah terperangkap dalam struktur permainan. Perpolitan tanah air kita juga demikian. Di tengah pesta, banyak yang berpikir ada kebebasan. Orang lantas mati-matian membela kandidat pilihannya. Bertengkar merasa pilihannya yang terbaik untuk mengurus negara. Di ujung pesta, kita lalu tersadar bahwa nyatanya semua itu permainan. Elite tengah kasak kusuk dengan lawannya. Silaturahmi tak lebih dari tirai yang membungkus obrolan jatah kuasa. Maka, rekonsiliasi sekalipun adalah transaksi. Sejauh kepentingan adalah nadi dari politik, sulit untuk berharap lebih. Layaknya permainan catur yang tak lagi bisa diubah. Strukturnya sudah demikian.
  • Dalam tradisi filsafat Prancis, ada istilah yang dikenal sebagai Mauvaise Foi. Istilah itu menggambarkan suatu fenomena ketika manusia terperangkap dalam nilai-nilai yang ditempelkan orang lain.

Mauvaise Foi jelas tidak baik. Seorang yang tersandera olehnya, hanya akan mengadopsi nilai-nilai palsu. Mereka adalah manusia yang menggadaikan kekebasannya atas nama sosial. Tak otentik.

Dalam bahasa Inggris, Mauvaise Foi diterjemahkan sebagai Bad Faith. Dalam bahasa Indonesia, padanan yang barangkali tepat adalah Nasib Buruk.

Buruk karena menegasikan kebebasannya yang paling berharga untuk menjadi bukan dirinya. Dipaksa menjalakan hidup yang bukan kehendaknya.

Erat kaitannya dengan itu, selama 9-12 Desember, saya memutuskan untuk ke Jogja sendirian. Tujuannya ya untuk melepaskan diri dari Mauvaise Foi itu, meski sebentar.

Maka, tak ada rencana perjalanan (Itinerary) yang dibuat orang lain. Tak ada waktu yang dipaksakan orang lain atas diri ini. Satu-satunya yang tersisa adalah kecemasan. Cemas yang kemudian memantik kesadaran bahwa ada kemungkinan ketidakberadaan. Di situlah otentisitas menyapa meski sejenak.
    83 14
    Dalam tradisi filsafat Prancis, ada istilah yang dikenal sebagai Mauvaise Foi. Istilah itu menggambarkan suatu fenomena ketika manusia terperangkap dalam nilai-nilai yang ditempelkan orang lain. Mauvaise Foi jelas tidak baik. Seorang yang tersandera olehnya, hanya akan mengadopsi nilai-nilai palsu. Mereka adalah manusia yang menggadaikan kekebasannya atas nama sosial. Tak otentik. Dalam bahasa Inggris, Mauvaise Foi diterjemahkan sebagai Bad Faith. Dalam bahasa Indonesia, padanan yang barangkali tepat adalah Nasib Buruk. Buruk karena menegasikan kebebasannya yang paling berharga untuk menjadi bukan dirinya. Dipaksa menjalakan hidup yang bukan kehendaknya. Erat kaitannya dengan itu, selama 9-12 Desember, saya memutuskan untuk ke Jogja sendirian. Tujuannya ya untuk melepaskan diri dari Mauvaise Foi itu, meski sebentar. Maka, tak ada rencana perjalanan (Itinerary) yang dibuat orang lain. Tak ada waktu yang dipaksakan orang lain atas diri ini. Satu-satunya yang tersisa adalah kecemasan. Cemas yang kemudian memantik kesadaran bahwa ada kemungkinan ketidakberadaan. Di situlah otentisitas menyapa meski sejenak.
  • Enam bulan lalu saya mengurus paspor di Depok. Saat itu petugas imigrasi bertanya menyelidik, mulai dari alasan hingga negara yang ingin dikunjungi.
.
“Ke Malaysia,” kata saya singkat yang sebetulnya belum tahu pasti akan ke mana.

Ternyata ucapan itu adalah doa. Saya ditunjuk kantor untuk ke negara itu pada 20-22 November 2018. #lifeatkumparan
    136 3
    Enam bulan lalu saya mengurus paspor di Depok. Saat itu petugas imigrasi bertanya menyelidik, mulai dari alasan hingga negara yang ingin dikunjungi. . “Ke Malaysia,” kata saya singkat yang sebetulnya belum tahu pasti akan ke mana. Ternyata ucapan itu adalah doa. Saya ditunjuk kantor untuk ke negara itu pada 20-22 November 2018. #lifeatkumparan
  • TIDAK | Tidak mau dianggap kampanye karena salam dua jari. Makanya ganti gaya jadi gini 😁 #sekarangkumparan
    89 8
    TIDAK | Tidak mau dianggap kampanye karena salam dua jari. Makanya ganti gaya jadi gini 😁 #sekarangkumparan
  • Kami melihat, mendengar, merasakan, dan menulisnya #sekarangkumparan #lifeatkumparan
    72 0
    Kami melihat, mendengar, merasakan, dan menulisnya #sekarangkumparan #lifeatkumparan
  • SANTRI | Lebih baik begini bukan? Tanpa smartphone, hidup lebih lepas. Tak perlu pula mengintip cerita orang lain, sudah sibuk dengan cerita sendiri.
    56 5
    SANTRI | Lebih baik begini bukan? Tanpa smartphone, hidup lebih lepas. Tak perlu pula mengintip cerita orang lain, sudah sibuk dengan cerita sendiri.
  • Makassar adalah kota ketiga yang saya sambangi selama menjadi wartawan. Setelah sebelumnya ke Kupang dan Denpasar.
.
“Kun, besok ke Makassar ya,” kata koordinator liputan, Rabu (3/10) malam.
.
Jelas saya tak bisa membantah. “Siap mas,” kata saya penuh semangat.
    75 18
    Makassar adalah kota ketiga yang saya sambangi selama menjadi wartawan. Setelah sebelumnya ke Kupang dan Denpasar. . “Kun, besok ke Makassar ya,” kata koordinator liputan, Rabu (3/10) malam. . Jelas saya tak bisa membantah. “Siap mas,” kata saya penuh semangat.